Oknum Media Kecewa atas Penanganan Kasus Laka Lantas oleh Kanit Gakkum Polres Jeneponto

Beranda68 Dilihat

Oknum Media Kecewa atas Penanganan Kasus Laka Lantas oleh Kanit Gakkum Polres Jeneponto

JENEPONTO – Penanganan kasus kecelakaan lalu lintas (laka lantas) oleh Kanit Gakkum Satlantas Polres Jeneponto menuai kritik tajam dari insan pers. Seorang wartawan dari media sorotanpublic.com mengaku kecewa terhadap kinerja aparat yang dianggap tidak profesional dan berat sebelah.

Insiden kecelakaan terjadi pada Minggu, 27 April 2025, di Jalan Poros Jeneponto, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto. Saat itu, sebuah mobil Toyota Rush yang dikendarai oleh Saparing Dg. Andi, bersama Haris (wartawan sorotanpublic.com) dan keluarganya, melaju dari arah Bantaeng.

Menurut Haris, kendaraan mereka bermaksud menyalip mobil di depannya yang hendak berbelok ke kiri masuk ke Lorong Tabah. Dalam proses tersebut, pengemudi mobil sudah menyalakan lampu sein dan melaju dengan kecepatan rendah sekitar 20 km/jam. Namun dari arah belakang, sepeda motor Yamaha NMax yang dikendarai Mulyadi tetap melaju dan menabrak bagian belakang mobil, meskipun mobil sudah berhenti.

> “Kami sudah rem dan berhenti, tapi motor tetap menabrak. Tidak ada upaya menghindar dari pengendara motor,” jelas Saparing.

 

Haris menyatakan dirinya langsung membantu mengevakuasi korban motor ke rumah sakit bersama warga sekitar. Ia juga turut mendampingi keluarga korban melapor ke polisi serta mengurus bantuan Jasa Raharja meskipun diketahui bahwa Mulyadi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Namun, saat mendatangi pihak kepolisian, Haris dan Saparing mengaku kecewa dengan sikap Kanit Gakkum yang dinilai membela pengendara motor. Padahal, menurut mereka, korban baru mengurus SIM beberapa hari setelah kejadian, tepatnya pada 5 Mei 2025.

> “Ini jelas pelanggaran. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1992, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM,” ujar Sahier, kader HMI Komisariat Jeneponto yang juga pengurus SPMP.

 

Lebih lanjut, keluarga Saparing mempertanyakan dasar hukum SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) yang mereka terima. Dalam surat tersebut, mereka dikenakan pasal 310 ayat 1 dan 2 tentang kelalaian dalam berkendara yang menyebabkan kecelakaan ringan dan kerusakan barang.

> “Kami sudah menyalakan sein, mengurangi kecepatan, bahkan berhenti. Lalu di mana letak kelalaian kami?” tanya Haris.

 

Tudingan semakin menguat saat pihak keluarga menyebut adanya permintaan uang dari oknum Kanit Gakkum kepada Saparing senilai Rp50 juta, yang kemudian diturunkan menjadi Rp25 juta, dengan alasan pihak korban tidak ingin berdamai.

> “Kami menduga adanya permainan. Bila benar terjadi cacat prosedur, kami meminta Kapolres Jeneponto dan Kapolda Sulsel untuk mencopot jabatan Kanit Gakkum,” tegas Haris.

 

Peristiwa ini memantik perhatian kalangan aktivis dan jurnalis Jeneponto yang menilai aparat penegak hukum harus lebih profesional, adil, dan taat prosedur dalam menangani perkara lalu lintas.

(Samsul/Tim)

Komentar