Penganiayaan Wartawan Terjadi Lagi di Ketapang: Di Mana Keadilan untuk Jurnalis?

Beranda90 Dilihat

Penganiayaan Wartawan Terjadi Lagi di Ketapang: Di Mana Keadilan untuk Jurnalis?

Ketapang – Aksi kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi, kali ini di tengah maraknya aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Fenomena ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga tentang bagaimana hukum seolah tak lagi dihormati.

Investigasi tim media Sergap24.info menemukan aktivitas tambang emas ilegal berskala besar di Lubuk Toman, Kilometer 26. Di lokasi, sejumlah alat berat dan dompeng (alat tambang tradisional) beroperasi secara terbuka. Ironisnya, bahkan terpampang informasi syarat dan biaya menambang, seakan-akan kegiatan ilegal ini dilegalkan oleh pembiaran.

Puncaknya terjadi pada Minggu malam, 18 Mei 2025 pukul 18.45 WIB. Empat wartawan yang tengah meliput justru menjadi korban penganiayaan oleh seorang pekerja tambang ilegal bernama Roni Paslah. Dengan kayu persegi dan tangan kosong, Roni memukuli para jurnalis hingga menyebabkan lebam di bahu, paha, serta luka pecah di bibir salah satu korban. Tak hanya itu, pekerja lain yang bernama Yan bahkan mengancam semua media di Ketapang secara terbuka.

“Kami minta Kapolres Ketapang bertindak tegas. Jangan biarkan ini menjadi preseden buruk,” ujar salah satu korban yang enggan disebutkan namanya.

Kekerasan terhadap wartawan ini tidak bisa dianggap enteng. Ini adalah bukti nyata bahwa aktor-aktor di balik tambang ilegal merasa lebih kuat daripada hukum. Mereka tak segan menggunakan kekerasan dan intimidasi demi melindungi kepentingannya.

Padahal, praktik pertambangan tanpa izin (PETI) merupakan tindak pidana sesuai Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.

Namun, penegakan hukum masih jauh dari harapan. Data Kejaksaan Negeri Ketapang mencatat hanya empat kasus tambang ilegal yang berhasil dibawa ke pengadilan sepanjang tahun ini—angka yang sangat kecil dibandingkan masifnya aktivitas tambang ilegal di lapangan.

Lebih memprihatinkan lagi, lokasi tambang ilegal ini hanya berjarak sekitar 45 kilometer dari Polres Ketapang. Artinya, secara geografis sangat mudah dijangkau. Tapi, mengapa belum ada tindakan?

Kondisi ini memunculkan dugaan adanya pembiaran, bahkan kebocoran informasi dari aparat. Pengusaha dan cukong tambang ilegal mulai memandang rendah wibawa aparat penegak hukum, karena tidak adanya penindakan tegas.

Kami menyerukan kepada aparat penegak hukum, Gakkum, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk segera turun tangan. Jangan biarkan Ketapang menjadi zona abu-abu hukum, tempat kejahatan lingkungan dan kekerasan terhadap wartawan dibiarkan begitu saja.

(Abdul Halid / Samsul / Tim)

Komentar