Rp14 Miliar Uang Rakyat di Cekkeng Culinary Creative: Air Mati, Toilet Mangkrak, Anak Jatuh Pecah Kepala – Kepala Dinas Pilih Bungkam

Beranda165 Dilihat

Rp14 Miliar Uang Rakyat di Cekkeng Culinary Creative: Air Mati, Toilet Mangkrak, Anak Jatuh Pecah Kepala – Kepala Dinas Pilih Bungkam

Bulukumba 09/08/2025 – Kompak News
Pantai Merpati, yang dulunya kawasan kumuh, kini menjadi ikon baru Kabupaten Bulukumba. Transformasi ini lahir dari gagasan Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusup (Andi Utta), yang ingin menjadikan pesisir ini sebagai wajah baru kota dan magnet wisata.

Namun, di balik keindahan yang terlihat di brosur dan media sosial, fakta di lapangan sungguh memalukan. Cekkeng Culinary Creative, pusat kuliner yang berdiri megah di belakang Cekkeng Nursery, dibangun dalam pembangunan tahap ketiga dengan anggaran Rp14 miliar dari Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2024, justru menjadi sorotan buruk.

Sejak beroperasi sebulan lalu, 32 lapak yang diharapkan menjadi penggerak ekonomi rakyat justru dibiarkan tanpa fasilitas dasar.
Air bersih? Mati total, kecuali hari-hari awal dan hanya mengalir sampai lapak nomor 4.

Patma (lapak 1) hanya dapat beberapa ember air saat pembukaan. “WC dari awal sampai sekarang belum bisa dipakai,” tegasnya.

Sam (lapak 8) terpaksa mengangkut air dari rumah.

Salsa (lapak 25) yang baru buka kemarin juga membawa air sendir

Toilet untuk pengunjung? Sejak awal tak pernah berfungsi. Pintu dipalang tanda larangan, seolah resmi diumumkan mati suri.

Lebih mengerikan lagi, pelataran belakang lapak setinggi sekitar satu meter dibiarkan tanpa pengaman. Akibatnya, seorang anak pernah jatuh hingga kepalanya pecah. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi ancaman nyata bagi nyawa pengunjung.

Pelaksana proyek, CV Zahra Utama Konstruksi, bungkam.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten Bulukumba, Munthasir Nawir, S.STP., M.Si., saat dihubungi via telepon, memilih tidak mengangkat panggilan.

Pertanyaan besar pun menyeruak:
Bagaimana mungkin ikon baru Bulukumba yang lahir dari gagasan bupati sendiri berubah jadi potret bobroknya pengelolaan Rp14 miliar uang rakyat? Apakah proyek ini benar untuk rakyat, atau sekadar etalase indah di luar namun rapuh di dalam?

Komentar